Di sini, Al Qur’an menganugerahkan kepada generasi pertama umat ini, yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, berupa kehidupan baru pada semua sisinya, sebuah cahaya baru yang menerangi mereka jalan, menghidupkan mereka setelah kebekuan, mengumpulkan mereka setelah tercerai-berai, mencukupi mereka setelah miskin, menjadikan mereka sebagai pemimpin dunia. Ini menunjuki manusia dengan izin Tuhan mereka kepada sistem yang adil, pintu-pintu kebaikan, sarana kebahagiaan dan keselamatan. Mereka adalah teladan hidup bagi hati yang hidup.
Saya teringat tentang pengertian ini. Ia membaur semuanya dalam benak, ketika saya berada dalam rengkuhan Masjidil Haram yang diberkati. Saat tampak di hadapan saya Ka’bah Al Musyarrafah dengan bangunannya yang tinggi, penopangnya yang kuat, keagungannya yang abadi, yang penuh dengan cahaya, yang dikelilingi orang yang berthawaf siang malam, setiap tahun, oleh orang yang memiliki hati yang penuh dengan kerinduan, yang beriman kepada Tuhan pemilik rumah mulia dan Tanah Haram, penggilan-Nya dipenuhi setiap tahun untuk menunaikan haji ke Baitul Haram ini. Orang yang mendatanginya mencurahkan semua yang ia miliki, berupa waktu, kesungguhan dan harta.
Saya termenung ketika mendengar doa ribuan manusia ini. Semua berdoa dengan apa yang disukainya, biarkanlah ungkapan-ungkapan klasik yang selalu didiktekan para pembimbing haji kepada orang-orang yang thawaf, mereka banyak mengulang-ulang doa yang tidak dapat dirasakan pengaruhnya bagi jiwa dan tidak menimbulkan keindahan dalam hati mereka. Benar, biarkanlah masalah ini. Saya tidak mau menanyakan hal ini kepada diri saya. Tapi saya melihat wajah-wajah dan hati ribuan orang ini. Sungguh saya merasakan pengaruh kehidupan yang dicurahkan Al Quran Al Karim ke dalam lubuk hati mereka. Saya dapat memahami sejauh mana perasaan mereka terhadap teladan yang mulia, tujuan kemanusiaan, baik individu, keluarga, nasional, dan internasional yang telah ditetapkan Islam bagi kaum muslimin. Saya akan bertanya kepada jiwa saya setelah itu.
Seandainya ribuan orang dari berbagai penjuru negeri Islam ini, dari Cina sampai Maroko, dari ujung utara sampai selatan, menyadari makna kehidupan yang dicurahkan Al Quran dalam jiwa pengikutnya. Apakah kondisi mereka masih akan seperti sekarang ini yang penuh dengan kelemahan dan kehinaan?
Saya kira hal ini sangat mustahil. Saya pernah bosan mengungkapkan semacam ini. Tapi saya mencurahkan kepada Allah Yang Maha Luhur lagi Maha Besar. Saya berdoa dengan penuh keimanan dan kekhusyuan serta ketundukan. Ketika saya berada dalam rengkuhan Multazam, di bawah naungan tirai Ka’bah Al Mubarakah, “Ya Allah, hidupkanlah ribuan hati ini dengan kitab-Mu.”
[Imam Hasan al-Banna]